selamat datang di blog kami . . . semoga ilmunya bermanfaat . . .

Sabtu, 27 November 2010

Terapi Kejang Listrik

masuk ke ranah jiwa yuk ^^ . . . gangguan jiwa itu ada tingkatannya lhoh temen2 . . . salah satunta adalah Skizofrenia . . . nah Terapi Kejang Listrik adalah salah satu metode penyembuhan dari skizofrenia yang kata bu Dosen saya merupakan gangguan jiwa terminal atau paling parah bahasa awamnya . . . simak yuk temen2 penjelasan dari Terapi kejang listrik itu apa . . .

DEFINISI

ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang gran mal secara artificial dengan melewatkanaliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples.
Terapi Kejang Listrik adalah suatu terapi dalam ilmu psikiatri yang dilakukan dengan cara mengalirkan listrik melalui suatu elekktroda yang ditempelkan di kepala penerita sehingga menimbulkan serangan kejang umum.
Sampai saat ini mekanisme TKL belum diketahui, hanya konvulsi umum yang dapat menimbulkan hasil pengobatan yang diinginkan. Berbagai teori menjelaskan tentang efek atas sintesis protein dan permeabilitas membrane otak. Nilai ambang konvulsi beralianan pada berbagai penderita, lebih tinggi pada wanita dan pada usia yang lebih lanjut. Nila ambang konvulsi juga menjadi lebih tinggi sesudah konvulsi pertama. Aktivitas lambat EEG meningkat setelah TKL dan paling kurang menetap selama 2 bulan setelah itu. Beberapa kali TKL dalam tikus menyebabkan perubahan sensitivitas reseptor pasca sinap terhadap monoamine, sehingga TKL bisa mempotensiasi kerja 5-HT dan transmiter noradrenalin.

TUJUAN

1. Mengembalikan fungsi mental klien
2. Meningkatkan ADLs klien secara periodik

INDIKASI

1. Depresi mayor
a. Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham somatic, waham bersalah, tidak ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang menetap
b. Klien depresi ringan adanya riwayat responsif / memberikan respon membaik pada ECT
c. KLien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau klien tidak dapat menerima antidepresan

2. Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi yang lain berbahaya bagi klien

3. Skizofrenia
a. Terutama yang akut. gejala positif yang nyata, katatania, atau denga gejala afektif
b. ECT tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada episode skizofrenia yang terpisah dan sudah lama tak kambuh

4. Lain-lain
a. Psikosis episodic
b. Psikosis atipikal
c. Gangguan obsesif kompulsif
d. Delirium
e. Beberapa gangguan medik, seperti neuroleptic malignant syndrome, kipopituarisme, gangguan epilepsy yang tidak responsif dengan terapi lain.


KONTRA INDIKASI

Hampir semua kontraindikasi tidaklah terhadap aliran listrik itu sendiri, akan tetapi bagi konvulsi yang timbul. Komvulsi itu berat buat sistema kardiovaskuler dan tulang belulang. Jadi dekompensasi jantung dan anerisma aorta serta penyakit tulang dengan bahaya fraktura merupakan kontraindikasi untuk ECT, tetapi boleh diberi saja bila dipakai suntikan obat pelemas otot sehingga tidak terjadi konvulsi. Konvulsi mutlak ialah tumor otak, karena listrik yang masuk mempertinggi premeabilitas kapiler otak sehingga terjadi edema sidikit. Hal dapat menjadi fatal pada tumor otak yang memang sudah menyebabkan edema serebri dan tekanan intra karanial yang meninggi karena terjadinya inkarserasio(terjepitnya batang otsk atau bagian otak lain). Umur dan kehamilan bukan merupakan kontraindikasi akan tetapi harus diingat bahwa biarpun tidak terjadi kelahiran sebelum waktunya anak didalam rahim dapat saja terganggu bila ibu itu mengalami hipoksia karena apnea sesudah konvulsi. Sebaiknya bila dapat pasien itu disuruh menarik nafas panjang (hiperfentilasi) selama 1 – 2 menit sebelum ECT agar terkumpul O2 sehingga hipoksia tidak menjadi berat. Suatu hal yang lain ialah bahwa biarpun dengan ECT terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya tidak lebih banyak dari pada tanpa ECT, bila hal itu terjadi sesudah ECT kita dapat saja di persalahkan oleh pasien atau keluarganya. Bila ada tuberkulosis pulmonum, thrombosa koroner, hipertensi atau gangguan yang lain pada sisitema kardiovaskuler kita harus mempertimbamgkan keadaan setiap penderita masing – masing dengan mengingat beratnya penyakit badan itu, tapi juga kerasnya penyakit jiwa yang dapat memberatkan penyakit badan bila penderita terus gelisah saja.

MEKANISME KERJA

Mekanisme kerja elektro convulsive therapy (ECT) yang sebenarnya tidak diketahui, tapi diperkiarakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan kimia dan faal di dalam otak. Jadi bukan kejang yang ditampilkan secara motorik melainkan respon bangkitan listrik di otak.
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh sehingga penderita menerima aliran yang terputus – putus. Alatnya dinamakan konvulsator, di dalamnya ada pengatur voltase (tekanan listrik) dan pengatur waktu yang secara otomatis memutuskan aliran listrik yag keluar sesudah waktu yang ditetapkan. Setelah aliran listrik yang masuk dikepalanya, pasien menjadi tidak sadar seketika. Konvulsi terjadi mirip epilepsy, diikuti fase kloni, kemudian relaksasi otot dengan pernapasan dalam dan keras. Kemudian tidak sadar (kurang lebih 5 menit) dan setelah bangun kemudian timbul rasa kantuk, kemudian pasien tertidur.

EFEK SAMPING

Adapun efek samping yang terjadi pada klien yang dilakukan terapi ECT adalah :
1. Efek mortalitas
Angka kematian dengan ECT kira-kira 1/1000 sampai 1/10.000 . Biasanya akibat komplikasi kardiovaskuler dan sering terjadi pada klien yang memang sebelumnya sudah mempunyai kelainan kardiovaskuler.

2. Efek Susunan Saraf Pusat (SSP)
Berupa kebingungan akut dan kehilangan memori, biasanya daya ingat akan kembali normal dalam waktu 1 sampai dengan 6 bulan

3. Efek sistemik
a. Kadang terjadi aritmia jantung ringan, biasanya merupakan produk sampingan dari bradikardi pasca kejang dan karenanya dapat dicegah dengan menambahkan dosis premedikasi antikolinergik, dapat juga sekuneder terhadap takikardi yang muncul pada saat kejang.
b. Apnea berkepanjangan
c. Resiko toksik atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan dalam prosedur ECT

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta : Trans Info Media
Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Baihaqi, MIF. 2007. Psikiatri. Bandung : PT Refika Aditama
www.google.com/.../anonim/ECT/

1 komentar:

  1. bagaimana jika ect di lakukan pada pasien yg normal karena ingin mencoba dengan tegangan rendah dan dalam jangka waktu yg sebentar ??

    BalasHapus